Konsep Budaya Sekolah
Kebudayaan menurut Koentjaraningkat (2000)
merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliknya melalui belajar.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang mendukung atau falsafah yang menuntun pengembangan kebijakan sekolah terhadap semua komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan.
Diantara komponen yang dimaksud adalahpelaksanaan
pekerjaan serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh warga sekolah.
Budaya sekolah berkembang merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan
norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh
kesadaran sebagai perilaku alami.
Budaya sekolah dibentuk oleh lingkunganyang
menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh unsur dan stakeholders sekolah.
Kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan,peserta didik, bahkan masyarakat
dapat memberntuk opini yang sama terhadap sekolah.
Dalam proses membentuk budaya sekolah dilalui dengan beberapa tingkatan seperti terlihat dalam gambar
Budaya sekolah, sebagaimana budaya organiasi
lainnya, menurut Edgar Shien meliputi unsur yang terlihat dan yang tidak
terlihat atau artefak. Level paling dalam adalah asumsi-asumsi, unsur ini tak
kasat mata. Level berikutnya adalah nilai yang diyakini yang dapat dilihat
dalam berbagai pernyataan manajemen. Visi-misi, tujuan, peran, nilai yang
diyakini, target yang ditetapkan yang mencerminkan keyakinan menjadi bukti yang
dapat dilihat. Level yang transparan, dalam bentuk fisik berwujud dalam bentuk
artefak. Atefak kebersihan sekolah, simbol-simbol semangat, cara siswa seragam
siswa, kesigapan siswa melaksanakan upacara bendera, deretan piala yang
dipampang di lemari sekolah atas hasil prestasi siswa merupakan bagian dari
sistem budaya sekolah.
Mengubah budaya sekolah seperti halnya yang dinyatakan Forbes merupakan tantangan tugas pemimpin yang ringan.Dalam tugas itu terkandung tujuan, peran, proses, nilai-nilai, praktik komunikasi, sikap, dan asumsi-asumsi dalam orgnisasi yang diyakini dapat diwujudkan.Setiap elemen memiliki keterkaitan fungsional yang bisa saling menunjang, tetapi bisa juga saling menghambat.
Contoh nyata, warga sekolah menyerap pengetahuan
baru untuk mendorong terjadi pembaharuan.Karena itu, kemajuan hanya terjadi
dalam sementara waktu.Pada tahap selanjutnya budaya dapat mengambil alih
kendali perubahan,dan dapat terjadi langkah pembaharuan ditarik kembali ke
budaya organisasi yang ada danperubahan pun terhenti.
Mengubah kultur adalah usaha sekala besar
organisasi, perubahan meliputi perubahan pikiran, asumsi, nilai, proses, hingga
sikap yang berdampak pada keberhasilan.
Secara empirik menurut Forbes bahwa keberhasilan
itu ada pada peran pemimpin dalam mengaktualisasikan visi-misi dalam bentuk
pergerakan perubahan. Sementara itu, manajemen berfungsi untuk mengontrol dan
memastikan bahwa perubahan budaya mengarah pada tujuan yang diharapkan. Tanpa
kontrol yang efektif mengubah budaya bisa gagal total.
Agar pergerakan perubahan budaya terjadi secara
efektiv, menurut Partnership For Global Learning (2012) dalam Modul Manajemen
dan Kepemimpinan Sekolah (Pusbangtendik kemdikbud, 2015) harus memenuhi 5
indikator berikut:
1)
Memusatkan fokus pembelajaran pada
hasil belajar peserta didik;
2)
Menjamin keseimbangan antara kegiatan
belajar individual, kolaborasi, dan belajar dalam interaksi sosial;
3)
Selaras dengan kebutuhan pengembangan
motivasi peserta didik;
4)
Sensitif terhadap perbedaan individu;
5)
Menantang peserta didik dengan tidak
memberikan beban lebih dari kapasitasnya.
Menurut Fullan (2001) kepala sekolah menghadapi
tantangan dalam mengelola masalah yang makin kompleks. Ketidak pastian
menyebabkan krisis datang tanpa diduga. Daya kendalinya selalu harus didasari
dengan dukungan pemikiran yang handal. Gelombang masalah yang datang silih
berganti. Karena itu, kepala sekolah harus selalu memperkaya dan membaharui
idenya secara inovatif agar mendukung kebijakan dan tindakan yang efektif
sehingga dapat mencapai tujuan.
Tantangan pengembangan budaya pada prinsipnya
meliputi usaha penguatan pikiran, asumsi, keyakinan, tujuan sehingga
kepemimpinan sekolah dalam menunjang perubahan budaya harus berkonsentrasi pada
hal-hal berikut:
- Budaya merupakan norma, nilai, keyakinan, ritual, gagasan, tindakan, dan karya sebagai hasil belajar;
- Perubahan budaya mencakup proses pengembangan norma, nilai, keyakinan, dan tradisi sekolah yang dipahami dan dipatuhi warga sekolah yang dikembangkan melalui komunikasi dan interaksi sehingga mengukuhkan partisipasi;
- Untuk dapat mengubah budaya sekolah memerlukan pemimpin inspiratif, inovatif dan keteladanan dalam mengembangkan perubahan perilaku melalui proses belajar;
- Efektivitas perubahan budaya sekolah dapat terwujud dengan mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajar melalui peran kepala sekolah dalam aktivitas mempengaruhi, menggerakan, memotivasi, memberdayakan, dan memastikan bahwa semua pihak kembali ke kenyamanan kebiasaan lama;
- Mengembangkan budaya sekolah memerlukan ketekunan, keharmonisan, dan perjuangan tiada henti karena budaya di sekitar sekolah selalu berubah ke arah yang tidak selalu sesuai dengan harapan sekolah.
Strategi Pengembangan Budaya Sekolah
Terkait pengembangan budaya sekolah bahwa tugas
kepala sekolah meliputi tiga bidang utama, yaitu:
- mengembangkan keharmonisan hubungan yang direalisasikan dalam komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi.
- mengembangkan keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial, dan keamanan kultural. Sekolah menjaga agar setiap warga sekolah nyaman dalam komunitasnya.
- mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan fisik sekolah yang bersih, indah, dan nyaman,
- mengembangkan lingkungan sekolah yang kondusif secara akademik.
g
Pendidik dan peserta didik memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi untuk mencapai target belajar yang bernilai dengan suasana yang berdisiplin dan kompetitif.
Dengan menggunakan model pendekatan strategik,
sekolah dapat melaksanakan empat langkah strategis berikut:
a. Pertama:
Analisis Lingkungan eksternal dan internal. Pada
tahap ini apabila dilihat dari model analisis lingkungan adalah
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang datang dari budaya sekitar sekolah.
Di samping itu analisis lingkungan diperlukan untuk mengidentifikasi kekuatan
kelemahan sehingga dapat ditentukan masalah prioritas.
b. Kedua:
Merumuskan strategi yang meliputi penetapan
visi-misi yang menjadi arah pengembangan, tujuan pengembangan, stategi
pengembangan, dan penetapan kebijakan. Arah pengembangan dapat dijabarkan dari
visi-dan misi menjadi indikator pada pencapaian tujuan.
Contoh dalam pengembangan keyakinan akan
dibuktikan dengan sejumlah target yang tinggi pada setiap indikator pencapaian.
Contoh ini dapat dijabarkan lebih lanjut pada model operasional penguatan nilai
kerja sama dan yang kompetitif. Misalnya sekolah membagi kelompok kerja dengan
semangat kebersamaan, namun antar kelompok dikondisikan agar selalu berkompetisi
untuk mencapai target yang terbaik.
c. Ketiga;
Implementasi strategi, langkah ini harus dapat
menjawab bagaimana caranya sekolah melaksanakan program. Jika pada model
pertama sekolah berencana untuk mengembangkan nilai kebersamaan melalui pelaksanaan
kegiatan kolaboratif dan kompetitif, maka sekolah hendaknya menyusun strategi
pada kegiatan yang mana yang dapat dikolaborasikan dan dikompetisikan.
Sekolah dapat memilih bidang yang akan
dikolaborasikan bersifat kompetitif. Contoh, sekolah berencana untuk
mengembangkan lingkungan fisik sekolah yang nyaman. Pada kegiatan ini
diperkukan nilai kebersamaan, semangat berkolaborasi, semangat berpartisipasi
dari seluruh pemangku kepentingan di sekolah.
Pengembangan nilai harus diwujudkan dalam
kepatuhan atas kesepakatan yang dituangkan dalam peraturan. Oleh karena itu
pengembangan budaya sekolah sangat erat kaitannya dengan peraturan dan
kepatuhan seluruh warga sekolah pada pelaksanaan kegiatan sehari-hari di
sekolah.
Pada langkah ketiga, peran kepala sekolah yang
penting adalah;
- menetapkan kebijakan atas kesepakatan bersama;
- Merealisasikan strategi;
- · Melaksanakan perbaikan proses berdasarkan data yang diperoleh dari pemantauan;
- Melakukan evaluasi kegiatan berbasis data hasil pemantauan;
d. Keempat
Monitoring dan evaluasi. Langkah ini merupakan
bagian dari sistem penjaminan mutu. Kepala sekolah melalui monitoring memenuhi
kewajiban untuk memastikan bahwa proses pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
rencana. Jadwal pelaksanaan memenuhi target waktu. Tahap pelaksanaan sesuai
dengan yang direncanakan. Lebih dari itu hasil yang diharapkan sesuai dengan
target.
Jika dalam proses pelaksanaan dan hasil yang
dicapai meleset dari target maka kepala sekolah segera melakukan perbaikan
proses agar hasil akhir yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Perhatikan data elemen perubahan yang menjadi
tantangan kepala sekolah dalam mengubah kebiasaan pendidik dalam mengendalikan
proses pembelajaran. Terdapat tradisi yang melekat pada pelaksanaan
pembelajaran dan ini dapat dilihat dalam banyak pengalaman guru mengajar di
dalam kelas. Pembelajaran berpusat pada guru. Tantangan baru mengubah tradisi
itu menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik.
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya
mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini.
- Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah;
- Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal;
- Memperhitungkan resiko karena setiap perubahan mengandung resiko yang harus ditanggung;
- Menggunakan strategi yang jelas dan terukur;
- Memiliki komitmen yang kuat;
- Mengevaluasi keterlaksanaan dan keberhasilan budaya sekolah.
Tulisan diambil dari Modul Kurikulum 2013 bagi Kepala Sekolah tahun 2018 jenjang SMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar